Selasa, 26 April 2016
Home »
» Salahkah Pejabat Negara Main Golf?
Salahkah Pejabat Negara Main Golf?
Jakarta - Dalam dua hari terakhir olah raga golf tengah menjadi sorotan. Adalah Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengungkapkan bahwa pernah ada geng golf di lingkungan Pemprov DKI. Di lingkungan Pemprov DKI olahraga golf -- yang dikenal membutuhkan ongkos mahal -- juga digunakan sebagai sarana lobi untuk 'menservis' atasan agar mudah naik pangkat.
Pejabat eselon II yang tak bisa main dan bergabung dengan geng golf dipastikan sulit naik pangkat. Ahok tak menjelaskan secara detail jumlah pegawai Pemprov DKI yang menjadi anggota geng golf. Dia hanya menyebut bahwa salah satu pejabat di DKI yang gemar main golf adalah Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi.
Rustam yang pada Senin kemarin menyatakan mundur dari jabatannya sebagai wali kota mengakui berhobi olahraganya itu. Ahok pun mengaku tak bisa melarang hobi olahraga golf Rustam dan sejumlah pejabat DKI Jakarta. Boleh main golf asal pekerjaan selesai.
Bukan kali ini saja olahraga golf menjadi sorotan. Pada 2013, mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini mengaku kasus dugaan suap yang dilakukan petinggi Kernel Oil Ltd kepadanya berawal dari hobi baru bermain golf.
Rudi menyesal melakukan olah raga high class tersebut. "Semua berawal dari lapangan golf, kalau saya tidak main golf pasti juga tidak akan seperti ini," kata Rudi sambil mengelus dada di Rutan KPK, Jakarta, Senin (26/8/2013).
Melihat fakta itu, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) pun mengusulkan agar penyelenggara negara dilarang main golf. Alasannya olah raga ini termasuk kategori kelas atas yang membutuhkan biaya tak sedikit.
Pegawai negeri atau pejabat dengan penghasilan rendah tak akan mampu membayar sewa lapangan, beli stik dan sejumlah perlengkapan golf. Walhasil mereka mau tidak mau akan mencari penghasilan tambahan.
"Golf kerap kali dijadikan ajang lobi-lobi, termasuk transaksi-transaksi, jika penyelenggara ada di arena tersebut, sangat besar kemungkinannya desakan untuk lakukan abuse atas kekuasaan yang sedang disandangnya," kata Peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok kala itu.
Jusuf Kalla yang saat 2013 berstatus mantan wakil presiden tak setuju dengan larangan pejabat negara bermain golf. Menurut dia praktik suap bisa terjadi di mana saja, tak hanya di lapangan golf. "Anda bisa disogok di rumah, bisa di kantor, boleh di golf, boleh di restoran. Bisa di mana saja kalau mental anda lemah," kata JK.
detik.com
0 komentar:
Posting Komentar