Jakarta - Ratusan orang tinggal di perahu-perahu di Luar Batang, Jakarta Utara. Mereka berprofesi sebagai nelayan dan buruh. Manusia perahu kini lekat dengan mereka.
"Kami menilai Pemerintah Provinsi DKI telah melakukan pelanggaran HAM karena—merujuk pada Pendapat Umum PBB Nomor 4 Tahun 1991 tentang Perumahan yang Layak—pemerintah harus menjamin bahwa relokasi korban penggusuran harus memerhatikan akses mereka terhadap mata pencaharian," kata pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy, Senin (18/4/2016).
Aldo semita bertemu dan berbincang dengan manusia perahu ini siang tadi. Aldo menjelaskan, manusia perahu ini adalah korban penggusuran yang menolak untuk dipindahkan ke rumah susun Rawa Bebek atau rumah susun Marunda karena lokasinya terlalu jauh sehingga tidak mungkin bagi mereka
untuk menjalankan pekerjaannya sehari-hari sebagai nelayan atau buruh pelabuhan di Pasar Ikan.
Menurut Aldo, selain jarak rumah susun yang diberikan tidak layak, seperti di rumah susun Marunda banyak fasilitas yang rusak, ditambah saya yang dalam satu rumah ada 13 orang hanya diberikan 1 unit rusun.
"Penolakan para manusia perahu untuk dipindahkan ke rumah susun juga menandakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak pernah melakukan proses musyawarah atau membangun dialog yang baik dengan warga saat merencanakan penggusuran," tambahnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Atas Nama Pembangunan: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2015 yang diterbitkan oleh LBH Jakarta. Penelitian yang ditulis oleh Alldo dan Nadya Demadevina tersebut menemukan fakta bahwa 84% dari 113 kasus penggusuran paksa di wilayah DKI Jakarta sama sekali tidak melibatkan warga untuk bermusyawarah.
Di samping itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga kerap melakukan pendekatan ancaman kekerasa dengan melibatkan aparat tidak berwenang. 57% dari 113 kasus penggusuran paksa di DKI Jakarta Tahun 2015 melibatkan POLRI dan TNI, padahal hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang POLRI dan Undang-Undang TNI.
"Seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga patuh pada hukum dengan memberi kesempatan kepada warga menguji kepemilikan mereka atas tanah. Tanah yang sudah dihuni selama lebih dari 20 tahun dapat mengklaim kepemilikan berdasarkan asasrechtsverwerking Pasal 1963 jo. Pasal 1967
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menggusur tanah mereka secara sepihak sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tidak memiliki sertifikat Hak Pengelolaan sama saja dengan menerobos hukum," tandas Alldo.
detik.com
0 komentar:
Posting Komentar